Peristiwa perundungan yang terjadi di Binus International School Serpong, Tangerang Selatan, baru-baru ini telah menarik perhatian publik, terutama di media sosial. Kejadian ini bermula ketika akun X di media sosial, @BosPurwa, mengungkapkan adanya dugaan perundungan oleh kelompok yang disebut "Geng Tai" terhadap salah satu siswanya pada tanggal 2 Februari 2024. Kelompok ini dituduh melakukan kekerasan fisik terhadap korban, yang merupakan siswa baru yang ingin bergabung dengan mereka. Kekerasan yang dialami korban termasuk dicekik, diikat di tiang, dipukul dengan kayu, dan bahkan disundut rokok, hingga korban harus dirawat di RS. Ini menunjukkan tingkat kekerasan yang cukup parah.
Menurut Mrs. Sarah, Psikolog di Klinik Kiera, kasus perundungan yang terjadi di Binus International School Serpong bisa terjadi karena berbagai faktor kompleks yang saling terkait, mulai dari lingkungan keluarga, pengaruh teman sebaya, hingga budaya sekolah yang kurang mendukung inklusivitas dan keberagaman. Beliau menekankan pentingnya intervensi dari semua pihak, termasuk sekolah, orang tua, dan masyarakat, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua siswa. Artikel ini akan mengulas mengenai Bullying, Kenapa hal tersebut bisa terjadi dan bagaimana mengatasinya. Apa yang dimaksud Bullying? Apa masalah besar di Indonesia? Perundungan, atau bullying, didefinisikan sebagai perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan berulang kali oleh individu atau kelompok terhadap korban yang dalam situasi tersebut tidak dapat mempertahankan diri. Dampak dari perundungan tidak hanya terbatas pada luka fisik, tetapi juga psikologis, termasuk penurunan prestasi akademik, isolasi sosial, depresi, bahkan hingga pemikiran atau tindakan bunuh diri. Pentingnya mengidentifikasi dan menanggapi tanda-tanda perundungan dengan cepat dan tepat menjadi kunci utama dalam mencegah dan mengurangi kejadian perundungan di sekolah. Pada tahun 2023, Komnas PA mengungkapkan bahwa terdapat 16.720 kasus perundungan di sekolah-sekolah di Indonesia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim dalam rapor Pendidikan 2022-2023 menyebutkan bahwa sekitar peserta didik di Indonesia mengalami berbagai bentuk perundungan. Kasus perundungan di Binus School Serpong menggambarkan salah satu contoh nyata dari masalah perundungan yang masih marak terjadi di lingkungan sekolah Indonesia. Kejadian ini memicu diskusi luas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perundungan serta cara-cara efektif untuk mengatasinya. Kenapa Perundungan bisa Terjadi? Perundungan merupakan perilaku kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari lingkungan keluarga, interaksi dengan teman sebaya, hingga pengaruh media sosial. Pelaku perundungan seringkali memiliki masalah dengan pengendalian diri dan empati, yang bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian dan kasih sayang dalam keluarga, atau sebaliknya, oleh penerapan disiplin yang keras dan tidak konsisten. Lingkungan keluarga yang penuh konflik, kurangnya komunikasi positif, dan model perilaku agresif yang ditunjukkan oleh anggota keluarga lain, termasuk orang tua, dapat mendorong anak untuk mengadopsi perilaku tersebut sebagai cara mengatasi masalah atau konflik. Hal ini dapat menyebabkan anak mencari bentuk dominasi atau kontrol terhadap orang lain sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan atau perhatian, yang dapat mereka ekspresikan melalui perundungan. Sebaliknya, lingkungan keluarga yang mendukung dan penuh kasih sayang dapat membantu mengembangkan empati dan keterampilan sosial yang baik pada anak, sehingga mengurangi kecenderungan untuk melakukan perundungan. Interaksi dengan teman sebaya juga memiliki peran penting. Anak-anak dan remaja yang terlibat dalam kelompok teman yang mempraktikkan perilaku agresif lebih cenderung untuk meniru perilaku tersebut dan menjadi pelaku perundungan. Pengaruh media sosial menambah kompleksitas masalah ini, dengan menyediakan platform anonim yang memungkinkan perundungan terjadi tanpa konsekuensi langsung bagi pelaku, serta memperluas jangkauan dan dampak dari perundungan tersebut. Media sosial dapat memfasilitasi penyebaran rumor, penghinaan, dan pelecehan secara luas dan cepat, membuat korban merasa tidak memiliki tempat yang aman. Peran masyarakat dan norma-norma sosial yang ada juga tidak dapat diabaikan. Norma-norma yang mendukung dominasi, kekerasan, atau diskriminasi terhadap kelompok tertentu dapat memfasilitasi terjadinya perundungan. Masyarakat yang menekankan pentingnya kompetisi dan keberhasilan individu daripada kerjasama dan empati cenderung menciptakan lingkungan yang lebih rentan terhadap perundungan. Dari perspektif psikologi, beberapa pelaku perundungan mungkin mencari rasa kuasa, kontrol, atau ingin meningkatkan status sosial mereka di antara teman sebaya. Kebutuhan untuk dominasi ini sering kali berasal dari perasaan rendah diri atau ketidakamanan yang mereka alami sendiri. Dalam banyak kasus, perilaku perundungan adalah ekspresi dari masalah yang lebih dalam yang dihadapi pelaku, seperti konflik keluarga, kekerasan di rumah, atau pengalaman menjadi korban perundungan itu sendiri. Lingkungan sekolah dan masyarakat yang tidak mengintervensi atau yang secara tidak langsung mempromosikan nilai-nilai negatif dapat memperkuat norma-norma sosial yang mendukung perilaku perundungan, sehingga penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung untuk mencegah perilaku ini. Bagaimana mengatasi Perundungan? Mengatasi perundungan memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan sekolah, orang tua, dan intervensi psikologis untuk pelaku serta korban. Sekolah memegang peranan penting dalam pencegahan perundungan melalui pembentukan kebijakan anti-perundungan yang jelas dan efektif. Kebijakan ini harus mencakup definisi yang jelas tentang apa itu perundungan, prosedur pelaporan, dan konsekuensi bagi pelaku serta pendampingan khusus bagi korban perundungan. Selain itu, program edukasi tentang empati, keberagaman, dan keterampilan sosial harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah untuk membentuk lingkungan yang inklusif dan mendukung. Orang tua memiliki peran krusial dalam mengatasi perundungan. Pengasuhan yang penuh kasih sayang dan komunikatif dapat mencegah anak-anak menjadi pelaku atau korban perundungan. Orang tua harus mengajarkan nilai-nilai seperti empati dan keberagaman, serta mengawasi penggunaan media sosial anak-anak mereka. Mendiskusikan masalah dan stres yang dihadapi anak di sekolah dapat membuka kesempatan untuk membimbing mereka dalam mengatasi konflik secara sehat. Intervensi psikologis juga penting baik untuk pelaku maupun korban perundungan. Pelaku perundungan mungkin memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah perilaku dan belajar strategi pengendalian diri, sedangkan korban perundungan mungkin membutuhkan dukungan untuk mengatasi trauma dan membangun kembali rasa percaya diri dan keamanan. Program-program seperti terapi kelompok, pelatihan asertivitas, dan sesi konseling dapat membantu kedua pihak. Contoh nyata sekolah yang berhasil mengatasi perundungan sering kali melibatkan penerapan program anti-perundungan yang komprehensif, seperti program Olweus Bullying Prevention di Norwegia. Program ini menekankan pada perubahan norma sekolah dan lingkungan sosial sehingga perilaku perundungan tidak lagi diterima. Melalui upaya bersama antara guru, siswa, dan orang tua, sekolah-sekolah tersebut berhasil menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung, yang terbukti efektif mengurangi insiden perundungan. Kesimpulan Perundungan di sekolah merupakan masalah serius yang mempengaruhi kesejahteraan dan perkembangan psikologis siswa. Kasus perundungan di Binus School Serpong menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini dengan cara yang komprehensif dan multi-dimensi. Pentingnya mengatasi perundungan tidak hanya terletak pada dampak langsungnya terhadap korban, tetapi juga pada konsekuensi jangka panjang bagi pelaku, korban, dan lingkungan sekolah. Perundungan dapat menghambat lingkungan belajar yang aman dan mendukung, yang merupakan hak dasar setiap siswa. Untuk efektif mengatasi perundungan, diperlukan aksi bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sekolah harus mengembangkan dan menerapkan kebijakan anti-perundungan yang jelas, menyediakan program edukasi yang mempromosikan empati dan keberagaman, serta mengintervensi secara aktif ketika perundungan terjadi. Orang tua perlu terlibat dalam pengasuhan yang mendukung, berkomunikasi terbuka dengan anak-anak mereka tentang masalah mereka di sekolah, dan mengajarkan mereka nilai-nilai empati dan penghormatan terhadap orang lain. Intervensi psikologis bagi pelaku dan korban perundungan juga penting untuk mengatasi masalah perilaku dan emosional yang mendasarinya. Masyarakat secara luas harus mendukung norma-norma sosial yang menolak perundungan dan mempromosikan inklusivitas serta kebaikan. Dengan bekerja bersama, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung di mana setiap siswa dapat berkembang tanpa takut akan intimidasi atau perundungan. Inisiatif ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan tetapi juga membentuk masyarakat yang lebih empatik dan inklusif. Apakah anda tertarik mengikuti parenting class untuk mencegah atau mengatasi perundungan di sekolah? Silahkan isi G-Form berikut : |
PenulisArtikel di website ini dituliskan tim marketing dan juga oleh para dokter di Klinik Kiera diwaktu luangnya, Semoga bermanfaat untuk masyarakat yang membutuhkan Archives
June 2024
|